sudahlah, maafkan saja

By | 9 July 2008

Bayangkan Anda sedang menghadiri pesta yang amat meriah. Semua orang tampil
dengan pakaian terbaik. Makanan yang dihidangkanpun tampak lezat dan mengundang
selera. Saat Anda antre untuk mengambil makanan, tiba-tiba seseorang yang sangat
Anda percaya berbisik di telinga Anda, ”Hati-hati, banyak makanan tak halal
disini, bahkan ada beberapa yang beracun!”

Saya berani menjamin Anda akan mengurungkan niat mengambil makanan. Boleh jadi
Anda pun langsung pulang ke rumah. Anda benar, hanya orang bodohlah yang mau
menyantap makanan tersebut.

Anehnya, kita sering — bahkan dengan sengaja — memasukkan ”makanan-makanan
beracun” ke dalam pikiran kita. Kita tak sadar bahwa inilah sumber penderitaan
kita. Salah satu makanan yang paling berbahaya tersebut bernama: ketidakmauan
kita untuk memaafkan orang lain
!

Ketidakmauan memaafkan adalah penyakit berbahaya yang menggerogoti kebahagiaan
kita. Kita sering menyimpan amarah. Kita marah karena dunia berjalan tak sesuai
dengan kemauan kita. Kita marah karena pasangan, anak, orang tua, atasan,
bawahan, dan rekan kerja, tak melakukan apa yang kita inginkan. Lebih parah
lagi, kita memendam kemarahan ini berhari-hari, bahkan bertahun-tahun.

Memang banyak sekali kejadian yang memancing emosi kita. Pengendara motor yang
memaki kita, mobil yang menyalib dan hampir membuat kita celaka, orang yang
membobol ATM kita, politisi yang hanya memperjuangkan perutnya sendiri, adik
yang sering minta bantuan tapi tak pernah mengucapkan terima kasih, pembantu
yang membohongi kita, maupun bos yang pelitnya luar biasa. Kita mungkin berpikir
bahwa orang-orang tak tahu diri ini sudah sepantasnya kita benci. Tapi kita lupa
bahwa kebencian yang kita simpan hanyalah merugikan kita sendiri.

Sudah menjadi tabiat manusia, tatkala hatinya disakiti, dia akan merasa sakit
hati dan boleh jadi berujung dengan kedendaman. Walaupun demikian, bukan berarti
kita harus dendam setiap kali ada yang menyakiti. Malah sebaliknya, jika kita
dizalimi, maka doakanlah orang-orang yang menzalimi itu agar bertaubat dan
menjadi orang saleh. Mampukah kita melakukannya?

Penelitian menunjukkan ketidakrelaan memaafkan orang lain memiliki dampak hebat
terhadap tubuh kita: menciptakan ketegangan, mempengaruhi sirkulasi darah dan
sistem kekebalan, meningkatkan tekanan jantung, otak dan setiap organ dalam
tubuh kita. Kemarahan yang terpendam mengakibatkan berbagai penyakit seperti
pusing, sakit punggung, leher, dan perut, depresi, kurang energi, cemas, tak
bisa tidur, ketakutan, dan tak bahagia.

Musuh kita sebenarnya bukanlah orang yang membenci kita tetapi orang yang kita
benci. Ada cerita mengenai seorang lelaki bekas tapol di zaman Orde Baru yang
mengunjungi kawannya sesama eks tapol. Sambil mengobrol si kawan bertanya,
”Apakah kamu sudah melupakan rezim Orde Baru?” Jawabnya, ”Ya, sudah.” Si
kawan kemudian berkata, ”Saya belum. Saya masih sangat membenci mereka.”
Lelaki itu tertawa kecil dan berkata, ”Kalau begitu, mereka masih memenjara
dirimu.”

kita harus terus berlatih untuk mengikis sifat dendam tersebut. Sebagai
ilustrasi, kita bisa belajar dari para karateka yang berhasil menghancurkan
batubata dengan tangannya. Pertama kali memukulnya, bata tersebut tidak langsung
hancur. Tapi, dia tak patah semangat. Diulanginya terus usaha untuk
menghancurkan bata tersebut. Akhirnya, pada pukulan kesekian, pada hari
kesekian, bata tersebut berhasil dihancurkan. Memang, tangannya bengkak-bengkak,
tetapi dia mendapatkan hasil yang diinginkan.

Begitu pula dengan hati. Jika hati dibiarkan sensitif, maka hati ini akan mudah
sekali terluka. Akan tetapi, jika hati sering dilatih, maka hati kita akan
semakin siap menghadapi pukulan dari berbagai arah. Jika kita telah disakiti
seseorang, kita jangan melihat orang tersebut, tetapi lihatlah dia sebagai
sarana ujian dan ladang amal kita terhadap Yang Maha Kuasa. Kita akan semakin
sakit, tatkala melihat dan mengingat orangnya.

Orang yang suka memaki dan bersikap kasar sebenarnya tak menyadari bahwa mereka
sedang menzalimi dirinya sendiri. Suatu ketika ia akan kena batunya. Inilah
konsekuensi logis dari hukum alam.

Diambil dari http://groups.yahoo.com/group/Motivasi_Net/message/230

One thought on “sudahlah, maafkan saja

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *